Teringat ucapan K.H. Zaenudin
MZ (rohimahullah) di iklan televisi tahun 90-an, “Hakikat puasa adalah menahan
hawa nafsu, intinya pengendalian agar kita terhindar dari sifat-sifat tercela”
agak lupa sih redaksi persisnya, tapi yang bisa di tangkap adalah berpuasa itu
menahan hawa nafsu. Puasa itu sendiri menahan makan dan minum dari terbit pajar
sampai tenggelam matahari, artinya berlatih mengekang diri dari sifat super
konsumtif yang merupakan sifat manusia. Bila demikian maka di bulan ramadhan
umat Islam mengencangkat ikat pinggang, artinya di setiap bulan Ramadhan konsumsi
umat Islam Indonesia berkurang.
Kenyataannya bulan Ramadhan di Indonesia
malah menjadi bulan pesta, buka puasa bareng di restoran menjadi kebiasaan,
jamuan ta’jil makanan pembuka
dihidangkan sebelum makanan berat. Tak hanya kebutuhan pangan yang meningkat, pakaian
pun menjadi incaran umat Islam menjelang lebaran. Maka munculah para pedanga
musiman yang membuka kiosnya di pinggir-pinggir jalan menjajakan hidangan puasa,
ada juga yang memajang parcel lebaran,
di pusat perbelanjaan pun rame promosi
penjualan baju lebaran dengan pemasangan diskon yang menarik.
Terlepas dari anomali di atas,
bulan puasa memeberikan kesan menyenagkan bagi umat Islam. Anak-anak sumringah
menyalakan kembang api di malam hari, ibu-ibu sibuk membuat kue lebaran, para bisnisman mengirimkan
rangkaian bunga atau parcel ke
rekan-rekannya, para ustadz sibuk mengatur waktu untuk kultum dan jadwal
terawih. Tapi semoga dengan hingar bingar pesta Ramadhan di negeri ini, kita
semua tetap menjadi muslim yang bertaqwa dengan menjalani ibadah puasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar